Pembahasan pertama: Meneladani Nabi ﷺ
Rukun meneladani Nabi ﷺ ada 2, yaitu (a) مِنْ أَجْلِهِ “karena Beliau ﷺ” dan (b) المُمَاثَلَةُ “serupa dengan Beliau ﷺ”. Rukun yang pertama, yaitu مِنْ أَجْلِهِ, maksudnya ialah dorongan untuk meneladani Nabi ﷺ ialah atas dasar keimanan. Kita telah beriman kepada Allah ﷻ dan al-Qur’an al-Karim ialah wahyu dari-Nya, di dalam kitab yang mulia ini, Allah ﷻ berfirman
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa yang dia larang bagimu maka tinggalkanlah” QS. al-Hasyr: 7
Kata مَا menempati posisi i’rab nashab sebagai maf’ul bih dan berfaedah umum, artinya kata مَا menunjukkan makna semua yang diberikan oleh Rasul ﷺ. Sehingga dipahami bahwa apa saja yang diberikan Rasul ﷺ, baik itu terkait urusan akidah, ibadah, mu’amalah, pendidikan, dan lain-lain, maka Allah ﷻ perintahkan kepada kita: خُذُوهُ “ambillah”. Memenuhi perintah ini tentu atas dorongan keimanan.
Mengikuti Nabi ﷺ juga merupakan tanda sempurnanya keimanan seseorang sebagaimana hadits Nabi ﷺ
عَنْ عَبدِ الله بن عَمرو بن العاصِ رضي الله عنهما، قال: قالَ رسولُ الله ﷺ
"لا يُؤمِنُ أحدُكُم حَتَّى يَكونَ هَواهُ تَبَعًا لِما جِئتُ بهِ"
“Tidak sempurna iman seseorang, hingga keinginannya mengikuti apa yang Aku bawa” (Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbaliy, Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, 2/393)
Tentang kedudukan hadits ini, Ibn Rajab mengatakan قال الشيخ رحمه الله: حديثٌ حَسَنٌ صَحيحٌ “telah berkata asy-Syaikh : hadits ini hasan shahih” (Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbaliy, Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, 2/393). Pada hadits ini terdapat kata حَتَّى yang merupakan أَدَاةُ الْغَايَةِ “alat yang menyatakan batas akhir”, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang tetap dalam keadaan iman yang tidak sempurna hingga ia mengerjakan apa yang disebut setelah حَتَّى , yaitu keinginannya mengikuti apa yang Nabi ﷺ bawa. Bila ia memenuhi ini, maka keimanannya berubah menjadi iman yang sempurna. Al-Hafizh Ibn Rajab menjelaskan
أن الإِنسان لا يكون مؤمنًا كامل الإِيمان الواجب حتى تكون محبته تابعةً لما جاء به الرسول ﷺ من الأوامر والنَّواهي وغيرها، فيحبُّ ما أمر به، ويكره ما نهى عنه
“bahwasannya manusia tidak terkategori seorang mukmin yang sempurna keimanannya hingga kecendrungan hatinya mengikuti apa-apa yang dibawa Rasul ﷺ, baik perintah, larangan dan selainnya, kemudian dia mencintai apa-apa yang Rasul ﷺ perintahkan dan tidak menyukai perkara-perkara yang dilarang Rasul ﷺ ” (Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbaliy, Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, 2/395)
Oleh karena itu, mengikuti Nabi ﷺ, menyukai apa-apa yang Beliau ﷺ perintahkan, dan tidak menyukai setiap perkara yang dilarang oleh Beliau ﷺ merupakan panggilan keimanan, melakukannya atas dorongan keimanan, dan merupakan bukti sempurnanya keimanan.
Adapun rukun yang kedua, yaitu المُمَاثَلَةُ, maksudnya ialah mengikuti apa yang ditunjukkan oleh Nabi ﷺ, dan berdasarkan hukum yang terkandung padanya. Sebagai contoh,
امْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ
“Tahanlah olehmu lisanmu” (Hr. at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidziy, 4/208 no. 2406)
Redaksi امْلِكْ merupakan fi’il amr “kata perintah” yang menunjukkan adanya tuntutan untuk melakukan sesuatu (طَلَبُ الْفِعْلِ), maksudnya: Nabi ﷺ menuntut kita untuk menahan lisan, dan hukum menahan lisan dari perkataan yang buruk adalah wajib. Allah ﷻ berfirman
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“ Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qs. Qaf : 18)
Dan Nabi ﷺ bersabda
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ
“ Sungguh Allah ﷻ memaafkan dari umatku apa-apa yang diucapkan dalam hatinya, selama tidak melakukan atau mengatakannya” (Hr.al-Bukhariy, Shahih al-Bukhariy, 7/45 no. 5269)
Hadits ini menunjukkan pemahaman ( مَفْهُوْم ) bahwa bila suatu ucapan itu dikatakan dengan lisan atau diwujudkan dengan perbuatan maka perkataan dan perbuatan itu akan dihisab. Bila sesuai syariat maka baik, tapi bila bertentangan dengan syariat maka termasuk perkataan atau perbuatan yang buruk dan tercela. Oleh karena itu, jika kita mengikuti kandungan dan hukum ini, yaitu menahan lisan dari perkataan yang buruk dan tercela, maka kita telah menyerupai Nabi ﷺ dalam perkara ini.
Dengan memenuhi 2 rukun inilah, seorang mukmin dikatakan telah mengikuti dan meneladani Nabi ﷺ. Mengikuti atas dorongan keimanan, dan sesuai dengan kandungan serta hukum yang ditunjukkan dalam perkataan atau perbuatan Nabi ﷺ.
Pembahasan kedua: Judul Kitab & Sebab Kesuksesan Belajar Siswa
Judul kitab ini : الرسول المعلم ﷺ وأساليبه في التعليم , kata المعلم merupakan isim musytaq yaitu kata yang terlihat padanya sifat, termasuk isim fa’il dari wazan (pola)
عَلَّمَ – يُعَلِّمُ – تَعْلِيْمً – فهو مُعَلِّمٌ
Bila dikatakan : عَلَّمَهُ الْكِتَابَةَ وَالْقِرَاءَةَ “dia mengajarkannya menulis dan membaca” maka maknanya ialah جَعَلَهُ يَعْرِفُهُمَا “dia menjadikannya paham keduanya”. Penulis mensifati Nabi ﷺ dengan المعلم menunjukkan faedah (a) التَّوْضِيح “penjelasan”, Nabi ﷺ ialah sosok pendidik yang merubah masyarakat jahiliyyah menjadi masyarakat berperadaban yang tinggi dan mulia yang tegak atas dasar Islam. Beliau ﷺ ialah contoh nyata seorang pendidik yang berhasil dalam menjalankan visi dan misi pendidikannya. Dan berfaedah (b) الثَّنَاءُ عَلَيْهِ “pujian padanya”, Beliau ﷺ ialah sosok yang terpuji yang kita memujinya karena Allah ﷻ telah menjadikannya teladan yang nyata bagi manusia, terkhusus bagi guru karena Beliau ﷺ ialah seorang pendidik.
Kitab ini dapat menghantarkan guru dalam meraih kejelasan dan ketajaman pandangan tentang pendidik, serta tata cara yang dilakukan Nabi ﷺ dalam mendidik. Dari kitab ini, kita akan belajar sebab dan cara-cara yang bisa menghantarkan pada keberhasilan. Bila kita kaji, ternyata sebab dan cara-cara tersebut memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan siswa dalam belajar.
Tentang keberhasilan siswa ada 2 hal yang perlu diperhatikan: (a) الإعْتِمَاد “sandaran”, menyandarkan keberhasilan hanya kepada Allah ﷻ, pemilik ilmu dan yang menguasai hati manusia dan (b) الأسباب “sebab-sebab”, sebab kerhasilan pelajar ada 4, yaitu:
• عِنَايَةٌ “perhatian”
• الحِفْظُ وَالْفَهْمُ “hafalan & pemahaman”
• المُعَلِّمُ ذوْ النَّصِيْحَةِ “guru yang memberi nasehat”
• اسْتِوَاءُ الطَّبِيْعَة “karakter yang lurus”