REDAKSI HADITS
"Siapa saja yang memasukkan pandangannya ke dalam rumah orang lain tanpa seizin penghuninya, berarti ia telah menghancurkan rumah itu"
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : وَمَنْ أَدْخَلَ عَيْنَيْهِ فِي بَيْتٍ بِغَيْرِ إِذَنِ أَهْلِهِ فَقَدْ دَمَّرَ
TAKHRIJ HADITS
Dikeluarkan oleh ath-Thabraniy dalam al-Mu'jam al-Kabir (8/105) - Bab ash-Shod, Shuday bin al-'Ajlan - no. 7507; dari Bakr bin Sahl ad-Dimyathiy dan Muththalib bin Syu'aib al-Azdiy, dari Abdullah bin Abi Sholih, dari Muawiyyah bin Sholih, dari as-Safr bin Nusair, dari Yazid bin Syuraih al-Hadhromiy, dari Abi Umamah, dari Rasulullah ﷺ ...
KEDUDUKAN HADITS
1️⃣ (a)Bakr dinilai ضعيف oleh an-Nasa'iy (Lisan al-Mizan, 2/344), riwayat Bakr oleh Dhiya' ad-Din al-Maqdisiy dalam al-Ahadits al-Mukhtarah dinilai اسناده حسن "sanadnya hasan" (4/370 no. 1537) dan riwayat yang lain dikatakan اسناده صحيح "sanadnya shahih" (8/146 no. 159), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak menilai صحيح الإسناد "shahih isnad" (2/32 no. 2250) dan begitu juga beberapa riwayat lainnya dalam al-Mustadrak. (b)Muththalib dinilai صدوق oleh Ibn Hajar (Lisan al-Mizan, 8/86), dan semua riwayatnya dari Abu Sholih dinilai مستقيمة oleh Ibn Adiy (al-Kamil fi adh-Dhu'afa', 8/225).
2️⃣ Abdullah, dengan kunyah Abu Sholih, dari thobaqat ke-10, dinilai صدوق كثير الغلط oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 515), dan فيه لين oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 3/130). at-Tirmidziy menilai riwayat Abu Sholih dari Mu'awiyyah dengan حديث حسن غريب (al-Jami', 4/391 no. 2653), dan al-Hakim menilai صحيح على شرط مسلم (al-Mustadrak, 1/73 no. 245) dan adz-Dzahabiy menyepakatinya, riwayat lain dikatakan صحيح الإسناد (2/14, no. 2183) dan adz-Dzhabaiy mengomentari صحيح "Shahih".
3️⃣ Muawiyyah, dari thobaqot ke-7, dinilai صدوق له أوهام oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 955), dan صدوق إمام oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 4/310).
4️⃣ as-Safr, dari thobaqot ke-6, dinilai لا يعتبر به oleh ad-Daruquthniy (Su'alat al-Barqaniy, 35), dan Ibn Hibban memasukkannya dalam kitab ats-Tsiqot (6/434). at-Tirmidziy dalam Jami' at-Tirmidziy (1/384) mengatakan hadits Tsauban hasan kemudian menyebutkan jalur lain :
عن معاوية بن صالح عن السفر بن نسير عن يزيد بن شريح عن أمامة ... وروي هذا الحديث عن يزيد بن شريح عن أبي هريرة
kemudian memberi penilaian
حديث يزيد بن شريح عن أبي حي المؤذن عن ثوبان في هذا أجود إسناد
" hadits Yazid dari Abi Hay al-Muadzzin dari Tsauban dalam perkara ini isnadnya lebih jayyid "
ini menunjukkan sanad Abu Hurairah dan Abu Umamah yang di dalamnya ada perawi as-Safr tergolong jayyid dan sanad Tsauban lebih jayyid darinya. Istilah جود ada dalam kitab Jami' at-Tirmidziy, dan semuanya berkonotasi hadits-hadits yang dinilai hasan dan hasan shohih.
5️⃣ Yazid, dari thobaqot ke-3, dinilai مقبول oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 1076), dan ثقة oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 4/516).
6️⃣ Abu Umamah, salah seorang sahabat Nabi ﷺ yang masyhur, menetap dan wafat di Syam (Taqrib at-Tahdzib, 452).
Isnad hadits ini jayyid, dengan as-Safr perawi yang tsiqoh di sisi Ibn Hibban, dan isnadnya jayyid dari sanad-sanad yang jayyid dalam Jami' at-Tirmidziy (1/384). Salah satu riwayat as-Safr dijadikan hujjah dalam kitab al-Umm, asy-Syafi'iy berkata dalam al-Umm (2/305) :
وَرُوِيَ مِنْ وَجْهٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: لَا يُصَلِّي الْإِمَامُ بِقَوْمٍ فَيَخُصُّ نَفْسَهُ بِدَعْوَةٍ دُونَهُمْ ، وَيُرْوَى عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ مِثْلُهُ، وَكَذَلِكَ أُحِبُّ لِلْإِمَامِ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ وَأَدَّى الصَّلَاةَ فِي الْوَقْتِ أَجْزَأَهُ وَأَجْزَأَهُمْ، وَعَلَيْهِ نَقْصٌ فِي أَنْ خَصَّ نَفْسَهُ دُونَهُمْ، أَوْ يَدَعَ الْمُحَافَظَةَ عَلَى الصَّلَاةِ فِي أَوَّلِ الْوَقْتِ بِكَمَالِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ
diriwayatkan melalui satu jalur riwayat dari Abu Umamah, dia berkata: saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Imam tidak boleh mengimami sholat suatu kaum, lalu dia berdoa untuk dirinya sendiri tanpa mendoakan mereka". Dan diriwayatkan dari Atha bin Abi Rabah dengan redaksi yang sama, demikian juga saya suka bagi Imam jika dia tidak melakukan hal tersebut, melainkan dia menunaikan sholat pada waktunya, maka sholatnya itu sah baginya dan bagi mereka, hanya saja dia menanggung kekurangan akibat berdoa untuk diri sendiri tanpa mendoakan mereka, atau tidak menjaga sholat di awal waktu dengan rukuk dan sujud yang sempurna.
al-Baihaqiy dalam Ma'rifat as-Sunan wa al-Atsar (2/409-410) menyampaikan riwayat yang dimaksud ialah
أَخْبَرَنَاهُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدِ بْنِ يَعْقُوبَ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُباب، قَالَ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي السَّفَرُ بْنُ نُسَيْرٍ الأَزْدِيُّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ شُرَيْحٍ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِذَا أَمَّ رَجُلٌ الْقَوْمَ فَلا يَخْتَصُّ بِدُعَاءٍ دُونَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ، وَلا يُدْخِلُ عَيْنَهُ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ
Kaedah yang berhubungan dengan hal ini ialah
لا يقبل في الأحكام إلا الحديث الصحيح أو الحسن
" tidak diterima dalam perkara hukum kecuali hadits shohih atau hasan " (at-Tuhfat al-Mardhiyyah, 12)
al-Qadhiy Taqiyuddin an-Nabhaniy mengungkapkan
وما ورد من أحاديث في كتب الأئمة وتلاميذهم وغيرهم من العلماء والفقهاء يعتبر من الحديث الحسن، ويحتاج به ... على شرط أن تكون كتبا معتبرة كالمبسوط، والأم، والمدونة الكبرى، وأمثاله.
" hadits-hadits yang disebutkan dalam kitab para imam dan murid mereka
serta selainnya yang tergolong ulama, pakar fikih maka termasuk hadits hasan yang dijadikan hujjah ... dengan syarat kitab tersebut ialah kitab yang mu'tabar, seperti al-Mabsuth, al-Umm, al-Mudawanah al-Kubra, dan yang semisal " (asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 3/89)
KANDUNGAN HADITS
1️⃣ al-Qadhiy Taqiyuddin an-Nabhaniy al-Azhariy, "dalil-dalil di atas menunjukkan larangan bagi siapapun untuk memasuki rumah tanpa seizin pemiliknya. Dalam hal ini tidak dibedakan lagi apakah pemiliknya muslim ataukah nonmuslim ... dengan demikian, dalil-dalil di atas dengan jelas telah menetapkan adanya pengakuan akan kehormatan rumah dan pengkhususan kehidupan khusus dengan hukum-hukum khusus, diantaranya meminta izin ketika hendak memasuki suatu rumah" (Nizhom al-Ijtima'iy fil Islam, 33-34).
2️⃣ Ungkapan hadits ini termasuk kalimat berpola syarat (جملة شرطية) ditandai melalui salah satu perangkat syarat (أدات الشرط) berupa مَن dan jawab syarat diberi huruf فـــ karena berupa fi'il yang diawali قد yaitu ungkapanقد دمَر "ia telah menghancurkan rumah itu". Bilamana jawab syarat berupa celaan untuk suatu aktivitas, maka kalimat berpola syarat ini berkonotasi larangan untuk melakukan aktivitas tersebut.
Jawab syarat yang berupa celaan قد دمّر datang untuk mencela aktivitas الدخول إلى البيوت دون استئذان "masuk ke rumah tanpa izin (penghuninya)", oleh karena itu, hadits ini berisi larangan aktivitas tersebut. Larangan ini tegas, sehingga aktivitas tersebut diharamkan dalam Islam.
3️⃣ Ungkapan مَنْ أَدْخَلَ عَيْنَيْهِ فِي بَيْتٍ بِغَيْرِ إِذَنِ أَهْلِهِ "Siapa saja yang memasukkan pandangannya ke dalam rumah orang lain tanpa seizin penghuninya", redaksi عينيه "kedua pandangannya" ialah penyebutan أبراز أسباب "sebab yang paling menonjol" yang menghantarkan seseorang mengetahui keadaan di dalam rumah yang itu merupakan kehidupan khusus bagi penghuninya. Dan larangan memasukkan pandangan (المنع من النظر) ini, menunjukkan adanya hukum pensyariatan meminta izin penghuni rumah yang akan dimasuki, sekaligus menunjukkan pengakuan kehormatan rumah dan kehidupan khusus yang berlaku hukum khusus.
4️⃣ Kata بيت yang merupakan isim nakiroh dalam kalimat berpola syarat memenuhi kaedah bahasa bahwa isim nakiroh dalam kalimat berpola syarat termasuk bentuk umum. Dan ini menunjukkan bahwa kata tersebut bermakna semua rumah atau rumah secara umum tanpa pengkhususan, baik rumah itu dihuni oleh muslim ataupun dihuni oleh nonmuslim. Ungkapan أهله "penghuninya" menunjukkan rumah yang berlaku umum ini ialah rumah yang dihuni, adapun rumah yang tidak berpenghuni maka berlaku ketentuan yang ditetapkan oleh nash syar'iy yang lain.
5️⃣ al-Qadhiy Taqiyuddin an-Nabhaniy al-Azhariy, "jika orang yang meminta izin tidak menjumpai orang, ia tidak boleh masuk sampai ada izin untuknya. Jika penghuninya mengatakan, "kembalilah" maka ia wajib kembali dan tidak boleh memaksa untuk masuk", kemudian Syaikh berdalil dengan ayat 28 surat an-Nur, dan mengatakan, "dengan kata lain, tidak boleh kalian terus mendesak dalam meminta izin atau mendesak agar dibukakan pintu. Tidak boleh juga kalian berdiri seraya menunggu-nunggu di depan pintu" (Nizhom al-Ijtima'iy fil Islam,34).
nas'aluLlaaha an-nushrah, wabiLlaahi at-taufiq wa al-hidayah [ibn mukhtar]