Mengejutkan. Fenomena trifting, akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Tidak terkecuali Batam. Padahal, sejak tahun 2008 kami menginjakkan kaki di tanah ini, baru sekarang trifting seolah menjadi permasalahan.
Hal ini tidak terlepas dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 40 tahun 2022. Pasalnya, larangan impor dan jual beli pakaian bekas ini demi melindungi industri kecil - menengah dalam negeri. Karena dengan adanya fenomena jual beli pakaian bekas, IKM menjadi tidak laku.
Terlepas kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah itu pro rakyat atau hanya melindungi kepentingan segelintir orang, penulis tidak akan mengulik dari sisi tersebut. Akan tetapi yang ingin penulis soroti adalah bagaimana Islam memandang masalah trifting ini.
Sebenarnya fenomena trifting ini tidak ada masalah. Maksudnya jual beli pakaian bekas atau seken sudah ada sejak jaman Nabi SAW, dan hal itu diperbolehkan. Adapun yang menjadi dasarnya adalah hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al- Bukhari dalam kitab sahihnya, "Dari Aisyah ra, berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi dengan metode pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan hingga ujung usianya, Nabi tidak dapat melunasi atau menebus baju besi tersebut. Artinya, jika kita bicara pegadaian, apabila sampai batas waktu yang ditentukan ternyata tidak dapat melunasi, otomatis barang yang digadaikan itu akan dilelang atau dijual. Artinya barang tersebut tidak lagi baru atau seken. Hal tersebut tidak menjadi masalah alias diperbolehkan.
Islam sebagai ideologi atau akidah yang memancarkan sebuah aturan dalam kehidupan yang paripurna, mengajarkan tentang adab yang harus dilakukan dalam berpakaian untuk menutupi auratnya.
Adapun adab-adab tersebut antara lain :
Pertama, pakaian yang digunakan harus pakaian yang halal baik dari bahannya maupun dari cara perolehannya. Halal dari sisi bahannya artinya pakaian tersebut tidak terbuat dari benda atau barang yang najis atau yang haram digunakan seperti contoh bagi laki-laki diharamkan untuk memakai pakaian yang berasal dari sutra.
Kedua, tidak menggunakan pakaian yang dipakai oleh lawan jenis. Bagi laki-laki tidak dibenarkan menggunakan pakaian wanita atau sebaliknya wanita tidak dibenarkan menggunakan pakaian laki-laki.
Ketiga, tidak menyerupai pakaian orang kafir. Maksudnya menyerupai orang kafir di sini, Jika pakaian itu memang merupakan ciri khas dari orang kafir bukan karena pakaian itu dibuat atau diproduksi oleh orang kafir.
Keempat, tidak memakai pakaian ketenaran atau Syuhrah, sebagaimana sabda Rasulullah yaitu :
Ù…َÙ†ْ Ù„َبِسَ Ø«َÙˆْبَ Ø´ُÙ‡ْرَØ©ٍ Ø£َÙ„ْبَسَÙ‡ُ اللَّÙ‡ُ ÙŠَÙˆْÙ…َ الْÙ‚ِÙŠَامَØ©ِ Ø«َÙˆْبًا Ù…ِØ«ْÙ„َÙ‡ُ
“Barangsiapa memakai pakaian syuhroh, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat” (HR. Abu Daud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 360).
Hadist ini menunjukkan haramnya memakai pakaian Syuhrah, akan tetapi hadis ini tidak melarang untuk memakai pakaian dengan jenis tertentu, yang dilarang adalah efek ketenaran yang terjadi ketika memakai pakaian tertentu, yang berbeda dengan masyarakat umum, sehingga pemakainya merasa sombong.
Ujung hadits ini cakupannya bukan hanya pada pakaian yang bagus dan mahal atau branded namun bisa juga terjadi pada siapa saja yang memakai pakaian walaupun dengan harga yang murah yang tujuannya adalah agar masyarakat terkagum-kagum atau memberi perhatian kepadanya, ini jelas tidak boleh.
Kelima, memulai memakai pakaian dari sebelah kanan.
Terakhir adalah berdoa saat memakai pakaian. sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah SAW :
الØَÙ…ْدُ Ù„ِÙ„ّٰÙ‡ِ الَّØ°ِÙŠ ÙƒَسَانِÙŠ Ù‡ٰØ°َا الثَÙˆْبَ Ùˆَ رَزَÙ‚َÙ†ِÙŠْÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ غَÙŠْرِ ØَÙˆْÙ„ٍ Ù…ِÙ†ِّÙŠ Ùˆَ Ù„َا Ù‚ُÙˆَّØ©َ
yang artinya, "Segala puji bagi Allah yang telah Engkau berikan pakaian ini kepadaku, dan memberikan rizki tanpa upaya dan kekutan dariku".
Demikianlah Islam yang telah memberikan jaminan kebutuhan pokok berupa pakaian bagi rakyatnya tanpa menimbulkan bahaya pada kesehatan. Islam juga telah mengajarkan adab-adab yang terbaik dalam berpakaian.
Akan tetapi aturan Islam tidak akan pernah bisa diterapkan sempurna kecuali dengan khilafah Islamiyyah. Oleh karena itu tidak ada jalan bagi kita selain berdakwah mencerdaskan umat, baik lisan maupun tulisan agar Syariat Islam bisa diterapkan secara sempurna. Allahu a'lam bisshowwab.
Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd
(Penulis, Pengasuh Kajian Mutiara Ummat)