🔹Takhrij Hadits🔹
Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim
(1/88) dalam Kitab al-Iman - Bab al-Waaliy al-Ghasy li ra'iyyatihi - (no. 142), dari Abu Ghassan al-Misma'iy, dan Muhammad bin al-Mutsanna, serta Ishaq bin Ibrahim, dari Mu'adz bin Hisyam, dari ayahnya, dari Qatadah, dari Abu Al-Malih, dari Ma'qil bin Yasar yang mendengar RasuluLlah صلى الله عليه وسلم bersabda
🔸Kedudukan Hadits🔸
1️⃣ Abu Ghassan dinilai ثقة oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 96), dan Muhammad dinilai ثقة ثبت oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 892), dinilai ثقة ورع oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 4/191), adapun Ishaq dinilai ثقة حافظ مجتهد oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 126), dan dinilai الإمام الكبير oleh adz-Dzahabiy (Siyar A'lam an-Nubala', 11/358).
2️⃣ Mu'adz dinilai صدوق ربما وهم oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 952), dan الثقة oleh adz-Dzahabiy (Siyar A'lam an-Nubala', 9/372).
3️⃣ Hisyam dinilai ثقة ثبت oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 1022), dan الحافظ oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 4/426).
4️⃣ Qatadah dinilai ثقة ثبت oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 796), dan الحافظ المفسر oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 4/40).
5️⃣ Abu al-Malih dinilai ثقة oleh Ibn Hajar (Taqrib at-Tahdzib, 1210), dan ثقة oleh adz-Dzahabiy (al-Kasyif, 5/117).
6️⃣ Ma'qil ialah sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم (Taqrib at-Tahdzib, 960)
Isnad hadits ini hasan, dengan Mu'adz bin Hasyim perawi yang صدوق ربما وهم. Beberapa jalur riwayat Muadz dinilai hasan oleh at-Tirmidziy dalam Jami' at-Tirmidziy, dan Dhiya' ad-Din dalam al-Ahadits al-Mukhtarah, adapun al-Hakim menilai shahihul isnad dalam al-Mustadrak.
🔹Kandungan Hadits🔹
1️⃣ Hadits ini mencela pelaku yang meninggalkan suatu perkara dengan celaan yang keras, ini menunjukkan perkara yang ditinggalkan tersebut adalah amalan yang wajib.
2️⃣ Mencela penguasa (أَمِير يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ) kaum muslimin yang لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ "tidak bersungguh-sungguh kerja untuk mereka dan (tidak) menasihatinya", penguasa yang seperti ini dicela dengan keras : لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ "tidak akan masuk surga bersama mereka". Ini menunjukkan wajib atas penguasa untuk kerja dengan sungguh-sungguh bagi kemashlahatan umat Islam dan wajib menasehati mereka.
3️⃣ Maksud dari
أَمِير يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ
"pemimpin yang mengurusi perkara kaum muslimin", maka أمير (pemimpin) berdasarkan ajaran Islam ada 2, yaitu:
(a) Pemimpin umum - الأمير العام - yakni kepala negara (رئيس الدولة) yang dibai'at dengan ridho dan ikhtiyar untuk menegakkan al-Qur'an dan as-Sunnah, disebut khalifah, imam, atau amirul mukminin, atau sebutan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pemimpin ini satu untuk seluruh umat Islam di dunia
وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع لا بالعقل
" Dan kaum muslimin telah sepakat bahwa wajib bagi kaum muslimin mengangkat seorang Khalifah. Kewajiban ini berdasarkan syara’ bukan akal " (an-Nawawiy, Syarh Shahih Muslim, 12/205)
واتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد سواء اتسعت دار الإسلام أم لا
(b) Pemimpin khusus - الأمير الخاص - yakni pemimpin dengan tanggung jawab khusus di bidang pemerintahan atau yg berhubungan dengannya, seperti pemimpin wilayah, komandan pasukan, dan lain-lain, atau di luar pemerintahan semisal amir safar, pemimpin kutlah dan lain-lain. Tentang hal ini ada banyak dalil dan penjelasan ulama yang berkaitan dapat dijumpai dalam berbagai kitab fiqih dan hadits.
Baik pemimpin umum maupun khusus yang diserahkan urusan kaum muslimin kepadanya, maka wajib kerja dengan sungguh-sungguh bagi kemashlahatan agama dan dunia umat Islam dan menasehati mereka. Keduanya terikat dengan kaedah-kaedah Islam dalam mengurusi urusan masyarakat, demikianlah pemimpin dalam Islam, dipilih dan diangkat untuk menegakkan Islam yang akan menghantarkan pada kemashlahatan dunia dan akhirat.
4️⃣ Ungkapan لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ "tidak akan masuk surga bersama mereka" menunjukkan bahwa bila pemimpin meninggalkan kewajiban tersebut maka mereka jatuh pada keadaan orang beriman yang melakukan dosa besar, indikasi (قرينة) yang menunjukkan hal tersebut mereka dijauhkan dari surga dan kebodohan mereka bukan alasan untuk menghancurkan hak-hak manusia
رَجُلٌ قَضَى بِغَيْرِ الْحَقِّ فَعَلِمَ ذَاكَ فَذَاكَ فِي النَّارِ وَقَاضٍ لَا يَعْلَمُ فَأَهْلَكَ حُقُوقَ النَّاسِ فَهُوَ فِي النَّارِ
" seseorang yang menghukumi secara tidak benar padahal ia mengetahui mana yang benar, maka ia di neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia, maka ia di neraka " (Sunan at-Tirmidziy)
Seorang hakim saja dihukum demikian, maka lebih lagi pemimpin yang diberi tanggungjawab mengurusi urusan masyarakat dan memperhatikan hal ihwal mereka. WabiLlaahi at-taufiq wa al-hidayah [ibn mukhtar]