Pengertian politik (السياسة) Islam ialah:
رعاية شئون الامة بالداخل والخارج وفق الشريعة
الاسلامية (الكتاب: معجم
لغة الفقهاء ، المؤلف: محمد رواس قلعجي - حامد صادق قنيبي، ج 1 ص 252)
Mengurusi
urusan masyarakat di dalam dan luar negeri sesuai dengan syari’at Islam
Ungkapan yang akar katanya sama
dengan as-Siyâsah juga disebut dalam salah satu hadits Nabi saw.
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ
الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ
بَعْدِي، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ» قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟
قَالَ: فُوا بِبَيْعَةِ الأَوَّلِ فَالأَوَّلِ ... (صحيح البخاري)
Dahulu
bani Israil diurus oleh para Nabi, ketika meninggal maka digantikan Nabi yang
lain, akan tetapi setelahku tidak ada Nabi, melainkan akan ada para khalifah
yang banyak. Para sahabat bertanya: apa yang engkau perintahkan ke pada
kami ?; Beliau saw menjawab: penuhi
baiat yang awal dan awal
Kata (تَسُوسُ) memiliki akar kata yang
sama dengan (السياسة), sehingga dalam Syarh Nawawi ‘ala Shahîh
Muslim diungkapkan:
(باب وجوب الوفاء ببيعة الخليفة الْأَوَّلِ
فَالْأَوَّلِ قَوْلُهُ ...) .... أَيْ يَتَوَلَّوْنَ أُمُورَهُمْ كَمَا تَفْعَلُ
الْأُمَرَاءُ وَالْوُلَاةُ بِالرَّعِيَّةِ وَالسِّيَاسَةُ الْقِيَامُ عَلَى الشيء
بما يصلحه ... (الكتاب: المنهاج شرح صحيح مسلم ، المؤلف: النووي ، ج 12 ص 231)
(Bab Wajib Memberikan
Bai’at Khalifah yang awal dan awal, Beliau saw. bersabda ...) ... (تَسُوسُهم) yaitu memperhatikan urusan-urusan mereka seperti yang
dilakukan para al-umarâ’ dan al-wulât terhadap rakyat dan menegakkan urusan dengan
mendatangkan kemashlatan
Sesudah masa Nabi Muhammad saw. yang melakukan tugas tersebut ialah
khalifah yang wajib dibai’at agar menegakkan urusan masyarakat sesuai risalah
Islam.
Memperhatikan urusan masyarakat merupakan sunnah
Rasulullâh saw. yang harus kita amalkan, riwayat dari Hudzaifah ra. dari
Rasulullâh:
"مَنْ لاَ يَهْتَمُّ
بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ، فَلَيْسَ مِنْهُمْ ...". رواه الطبراني في الأوسط، والصغير، وفيه عبد الله بن جعفر
الرازي، ضعفه محمد بن حميد، ووثقه أبو حاتم وأبو زرعة، وابن حبان. (الكتاب: مَجْمَعُ الزَّوَائِدِ وَمَنْبَعُ
الفَوَائِدِ ، المؤلف: الهيثمي (المتوفى: 807هـ)، ج 2 ص 40)
Siapa saja yang tidak memikirkan urusan kaum
muslimin maka ia bukan bagian dari mereka ...
Imam
al-Haitsami berkata: diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Ausath dan ash-Shaghir.
Ada perawi yang bernama ‘Abdullah bin Ja’far ar-Râziy, ia didhaifkan oleh
Muhammad bin Hamid, dan ditsiqahkan oleh Abu Hâtim, Abu Zur’ah, dan ibn Hibban
Sebagian ulama menilai hadits ini dhaif, diantaranya ialah asy-Syaukânîy
dalam kitab al-Fawâ’id al-Majmû’ah (1/83) berkata:
(حديث من لم يهتم بأمر المسلمين فليس منهم قال في المختصر ضعيف). Adapun bagi kita,
pandangan yang ditabanni ialah hadits dhaif tidak boleh
diamalkan. Bagaimana bisa hadits ini dijadikan landasan?: (a) Abu Hatim
ar-Raziy termasuk perawi yang muta’annit (متعنت) dan musyaddid (مشدد), yaitu (هَذَا
الْجَارِح توثيقه مُعْتَبر) jârih seperti ini penilaian tsiqah-nya dapat
dijadikan pegangan (Abu al-Hasanat (w. 1304 H), ar-Raf’u wa at-Takmîl,
hal. 275) mengapa demikian? karena, mereka ialah:
(يغمز الواحد منهم الراوي بالغلطتين والثلاث ويلين بذلك حديثه) mereka menilai jarh
perawi hanya karena dua atau tiga kesalahan dan melemahkan haditsnya (Sa’dîy
bin Mahdîy, Ikhtilâf Aqwâl an-Naqâd fîy ar-Rawâtil Mukhtalif, hal. 21),
sementara Abu Hatim memberi penilaian tsiqah kepada ‘Abdullâh bin Ja’far;
(b) Ibn Rajab dalam Jami’ al-‘Ulum wal Hikam mencantumkan hadits
dari Hudzaifah ini tanpa komentar sebagai pertanda haditsnya maqbul
(diterima); (c) ada beberapa sanad hadits ini yang dha’if, akan
tetapi termasuk:
( تلقاه العلماء بالقبول ) yang wajib diambil dan boleh diamalkan, bahkan
ulama ahli tahqîq seperti Ibn Taimiyyah, as-Subkîy, dan Ibn ‘Abd
as-Salâm mengambil hadits ini dan beberapa hadits lain walau “isnadnya”
perlu dikaji, juga dijadikan dalil dan sandaran salah satu rukun tasyri’
(arsyîf multaqâ al-hadits 4, juz 1 hal. 6747); (d) untuk matn hadits
ternyata sejalan dengan al-Qur’an dan hadits yang shahih, hingga
dikatakan hadits ini diriwayatkan secara makna, tentang periwayatan bilma’na
Ibn Katsir mengutarakan:
وأما إذا كان عالماً بذلك، بصيراً بالألفاظ ومدلولاتها، وبالمترادف
من الألفاظ ونحو ذلك - : فقد جوز ذلك جمهور الناس سلفاً وخلفاً وعليه العمل (الكتاب : الباعث الحثيث في اختصار علوم الحديث ، المؤلف :
ابن كثير، ص 18)
Dan adapun
bila diriwayatkan orang yang ‘alim dalam riwayatnya, bashîran dengan lafazh dan
maksud lafazh, mengetahui sinonim diantara lafazh-lafazh: maka diperbolehkan
oleh jumhur manusia, baik salaf maupun khalaf dan diamalkan
Jadi, dalil ini maqbul
(diterima) dan diamalkan.