حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْفَضْلِ الأَسْفَاطِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا سَعِيدٌ أَبُو غَيْلانَ الشَّيْبَانِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَفَّانَ بْنَ جُبَيْرٍ الطَّائِيَّ، عَنْ أَبِي حَرِيزٍ الأَزْدِيِّ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " يَوْمٌ مِنْ إِمَامٍ عَادِلٍ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً، وَحَدٌّ يُقَامُ فِي الأَرْضِ بِحَقِّهِ أَزْكَى فِيهَا مِنْ مَطَرٍ أَرْبَعِينَ عَامًا
"Satu hari bagi pemimpin adil lebih utama daripada ibadah selama enam puluh tahun, dan hudud yang ditegakkan di muka bumi secara benar lebih suci bagi penduduknya daripada hujan selama empat puluh hari."
(hr. Thobroni, Mu'jam al-Kabir, juz 11 hlm 337)
Perawi Hadits
Sanad hadits riwayat Imam Thobroni ini hasan, para perawinya tsiqoh (terpercaya), adapun Abdulloh ibn Hasan al-Azdiy ialah seorang yang maqbul (dapat diterima) dan termasuk perawi Imam Bukhori dalam kitab Shohih Bukhori, serta Imam Abu Zur'ah ar-Raziy menilai beliau sebagai seorang yang tsiqoh. Sedangkan perawi 'Affan ibn Jubair dinilai tsiqoh oleh Imam ibn Hibban.
Matan hadits ini diperkuat dengan adanya hadits-hadits lain yang sanadnya muttashil (bersambung hingga Nabi saw.) dan para perawinya tsiqoh, sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Matholib al-'Aliyyah karya Imam ibn Hajar al-Asqolani (juz 10/ hlm 91) hadits no.2218, juga dalam kitab al-Amwal lil Qosim ibn Salam karya Imam al-Qosim yang wafat 224 H (juz 1/ hlm 4) hadits no.14. Dengan demikian, hadirnya periwayatan dari jalur lain yang shohih, menjadikan matan hadits yang diriwayatkan Imam Thobroni yang maqbul
Adil ialah Istiqomah Di Jalan Islam
Dalam hadits diungkapkan : yawmun min imaamin 'aadilin afdhollu min 'ibaadati sittiina sannatan (satu hari bagi pemimpin adil lebih utama daripada ibadah selama enam puluh tahun). Kalimat tersebut menunjukkan keutamaan Imam (Penguasa) yang adil. Keutamaannya digambarkan melebihi pahala yang diraih dari ibadah selama 60 tahun. Disisi lain, ungkapan ini adalah indikasi (qorinah) yang menunjukkan wajibnya bagi Imam (Penguasa) untuk berbuat adil.
Adil sendiri dalam pandangan ulama yang mu'tabar ialah istiqomah 'ala thoriq al-Haq (tetap teguh lagi konsisten di jalan yang benar). Imam al-Jurjani (w. 816) –salah seorang Ulama Besar 'Arab– mengutarakan dalam kitab at-Ta'rifat
العدالة في اللغة الاستقامة وفي الشريعة عبارة عن الاستقامة على طريق الحق
"adil secara bahasa ialah istiqomah, sedangan menurut syari'ah ialah ungkapan yang memiliki ma'na : istiqomah di jalan yang haq (Islam-pent)" (at-Ta'rifat, 1/191)
Imam ibn Taimiyah dalam as-Siyaasah asy-Syar'iyyah mengutarakan
فإن عامة ما نهى عنه الكتاب والسنَّة من المعاملات يعود إلى تحقيق العدل ، والنهي عن الظلم : دقه وجله ، مثل أكل المال بالباطل ...
"sesungguhnya secara umum apa yang dilarang oleh al-Kitab (al-Qur'an) dan as-Sunnah dalam perkara mu'amalah kembali pada realisasi 'adil dan larangan berlaku zholim, baik secara detil maupun global, misal makan harta yang batil ..." (as-Siyaasah asy-Syar'iyyah, 1/160)
Penuturan serupa diutarakan Ibn 'Athiyyah, seorang ulama faqih dari Andalusia yang wafat tahun 542 H dalam kitab Tafsir Jami' al-ahkam al-Qur'an
قال ابن عطية : العدل هو كل مفروض ، من عقائد وشرائع
"Adil ialah segala sesuatu yang di-fardhu-kan baik perkara aqidah dan syari'ah"
(Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, 10/165-166)
Dengan demikian, yang dimaksud adil dalam pandangan Islam sebagaimana yang diutarakan oleh para 'Ulama, yakni iltizaam (komitmen) terhadap apa-apa yang ditunjuk oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, baik dalam aqidah maupun syari'ah, karena hal tersebut ialah jalan yang haq (benar). Dan seorang pemimpin yang adil ialah pemimpin yang sistem kepemimpinan, kebijakan dan peraturannya sejalan dengan apa-apa yang ditetapkan Alloh dan Rasul saw. dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana keberadaan pemimpin yang demikian akan lebih utama melebihi keutamaan yang diperoleh dari ibadah selama 60 tahun, dan tentunya memberikan kebaikan bagi dirinya dan masyarakat.
Tegaknya Hudud Ialah Jalan Yang Memberikan Jaminan Kebaikan
Berkaitan dengan ungkapan : haddun yuqoomu fil ardhi bihaqqihi azkaa fiiha min mathorin 'arba'iina 'aamaan (hudud yang ditegakkan di muka bumi secara benar lebih suci bagi penduduknya daripada hujan selama empat puluh hari). Abu al-Aliyah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya lagi menarik berkaitan dengan tegaknya hudud menjadi sebab terbukanya pintu barokah dari langit dan bumi biidznillah, penuturan beliau terdapat dalam kitab Tafsir ibn Katsir,
قال أبو العالية: مَنْ عصى الله في الأرض فقد أفسد في الأرض؛ لأن صلاح الأرض والسماء بالطاعة؛ ولهذا جاء في الحديث الذي رواه أبو داود: "لَحَدٌّ يقام في الأرض أحبّ إلى أهلها من أن يمطروا أربعين صباحا". والسبب في هذا أن الحدود إذا أقيمت، انكف الناس -أو أكثرهم، أو كثير منهم -عن تعاطي المحرمات، وإذا ارتكبت المعاصي كان سببا في محاق البركات من السماء والأرض
"barangsiapa yang bermaksiat kepada Alloh di muka bumi, sungguh dia telah melakukan kerusakan di muka bumi (terkait Qs. 30: 41). Sebab, baiknya bumi dan langit disebabkan karena ketaatan; oleh karena itu, dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud : (sungguh hudud yang ditegakkan di muka bumi lebih disukai penduduknya daripada mereka diguyur hujan selama 40 pagi). Hal itu disebabkan, karena apabila hudud ditegakkan dapat membuat manusia –sebagian besar atau banyak manusia– meninggalkan perbuatan yang diharamkan. Sebaliknya, jika manusia melakukan maksiat maka itu menjadi sebab lenyapnya berkah dari langit dan bumi " (Imam ibn Katsir, Tafsir ibn Katsir, 6/320)
Hukum hudud wajib ditegakkan umat Islam oleh institusi yang menaungi mereka, namun hanya dengan institusi Islam saja itu semua bisa dilaksanakan dengan benar, ya'ni Khilafah Islamiyyah. Hudud ialah hukuman yang ditetapkan secara syar'iy terhadap kemaksiatan agar terjadinya kemaksiatan yang sama bisa dihindari, seperti zina, liwat, qadzaf (menuduh orang lain berzina), murtad, al-hiroobah (quthoo' ath-thooriq (perampok jalanan), bughoot (pembangkang negara) ), peminum khamr, dan pencuri. Apabila kewajiban ini ditegakkan, maka akan menjamin kebaikan dan mampu menjaga masyarakat dari kerusakan dan kekacauan. Alloh ta'ala a'lam