Harapan Anak Negeri : Pendidikan Yang Lebih Baik

 

Berangkat pukul 06.00 WIB dengan naik sampan, dilanjutkan jalan kaki 5kilometer menuju sekolah di Pulau Keter Tengah, menjadi keseharian pelajar yang tinggal di Pulau Keter Laut di kaki Gunung Bintan, Bintan saat menuju sekolahnya.


Rabu (21/6) pagi, Indra Saputra, 7, melepas sepatu sekolahnya. Padahal, sepatu itu baru saja ia pakai dari rumahnya. Indra melepas sepatunya agar tak basah saat menyeberang dari Pulau Keter Laut, tempatnya tinggal menuju sekolahnya di Pulau Keter Tengah.


Dari pulau Keter Laut, Indra bersama teman-temannya naik sampan melalui teluk yang mengelilingi pulau. Setelah sampai di Pulau Keter Tengah, Indra dan rekan-rekannya kembali memakai sepatunya. Selanjutnya mereka jalan kaki lagi 5 kilometer untuk mencapai sekolahnya di Pulau Mansur, Desa Tembeling, Teluk Bintan.


Sekolah Dasar (SD) Negeri 09 ini, satu-satunya sekolah yang menampung anak-anak di tiga pulau, yakni Pulau Mansur, Pulau Keter Tengah, dan Keter Laut. Agar jangan terlambat sampai di sekolah, pelajar dari Pulau Keter Laut, harus berangkat subuh dari rumah, yakni pukul 06.00 WIB. Selama ini, Indra selalu diantar ayahnya naik sampan sampai ke Pulau Keter Tengah. Dari Pulau Keter Tangah, Indra baru berjalan kaki sekitar 1,5 jam agar sampai di sekolah. ”Ya Capek, tapi saya kan harus sekolah, Pak. Kalau saya sering ngantuk di sekolah itu mungkin karena kecapekan ya,” akunya saat ditemui Batam Pos di sekolahnya.


Tak hanya Indra, hal ini juga dialami Jumiana, siswa SMP negeri 6 Tembeling. Ia juga satu kampung dengan Indra. Tapi perbedaanya, setiap harinya Jumiana setelah naik sampan dan jalan kaki lima kilometer ke Pulau Mansur. Dari pulau itu, ia juga masih harus naik bus jemputan yang disediakan sekolah. 15 menit naik mobil baru Jumiana tiba di sekolahnya di SMP Negeri 6 Tembeling.


”Kalau air surut kami harus jalan melewati pinggiran teluk ini untuk nyeberang, sepatu harus dilepas. Tapi kalau nggak ya kami naik sampan. Sepatu juga dilepas agar jangan basah,” jelasnya.


Menurut Jumiana, setiap hari sekolah, ia dan rekan-rekannya harus bangun pukul 05. WIB agar bisa berangkat subuh-subuh ke sekolah. ”Inilah yang kami alami tinggal di pulau. Beda dengan yang di kota,” ujarnya. Diakui Jumiana, selain kesulutan transportasi, mereka juga belum menikmati listrik.


Pulau Keter Laut ini hanya dihuni 80 jiwa dengan 26 kepala keluarga. Warga pulau ini yang sampai saat ini masih kesulitan transportasi, selain transportasi untuk anak-anak ke sekolah juga transportasi ke daerah lainnya di Bintan.


Warga pulau ini berharap kepada pemerintah untuk dapat membantu untuk membuat jalan penghubung antar pulau yang dekat, seperti daru Pulau Keter Laut ke Pulau Keter Tengah. ”Kalau bisa listrik juga dibantu, selama ini warga masih pakai mesin diesel yang hanya dinyalakan dalam waktu dua jam saja,” terang Samsul, Ketua RT di pulau Keter Laut.


”Saya berharap segera bisa dibantu oleh pemerintah, kasihan anak-anak kami yang mau sekolah,” harapnya lagi.


Sementara itu Lurah Tembeling, Syamsul mengaku akan segera mengajukan permohonan warga Pulau Keter Laut ke Bupati.


”Kami sudah membuat jembatan penghubung antara Pulau Mastur dan Keter Tengah. Tinggal ke Keter Laut yang masih terisolasi. Ke depan saya akan mengajukan agar pulau ini bisa dijadikan tempat wisata. Bila jalan penghubung sudah bisa pengunjungpun pasti mau datang ke pulau ini,” ujarnya.

(sumber: batampos.co.id)


Tanggapan :

1. Semangat Menuntut Ilmu adalah Ibadah

Kisah Indra dan Jumiana menunjukkan betapa besar perjuangan mereka dalam menuntut ilmu, meskipun harus menghadapi tantangan berat setiap hari. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah kewajiban, sebagaimana sabda Rasulullah:


"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah).


Perjuangan mereka adalah bentuk ibadah yang penuh pahala, dan semoga Allah  memberikan kekuatan serta keberkahan atas usaha mereka.


2. Kepedulian Sosial terhadap Sesama

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk peduli terhadap saudara-saudara yang membutuhkan bantuan. Allah SWT berfirman:


"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah: 2).


Kondisi anak-anak ini mengingatkan kita untuk lebih aktif membantu, baik dengan doa, donasi, atau mendesak pemerintah agar memberikan solusi seperti akses transportasi dan listrik.


3. Tanggung Jawab Pemimpin dalam Islam

Islam mengajarkan bahwa pemimpin bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda:


"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim).


Pemerintah memiliki amanah untuk memberikan akses pendidikan yang layak, seperti infrastruktur jalan penghubung antar-pulau, demi kemudahan anak-anak dalam meraih pendidikan. Dalam sejarah Islam, ketika negara menerapkan Islam dalam penyelenggaraan pendidikan, maka tercatat sejarah yang gemilang. Bloom dan Blair menyatakan,"rata-rata tingkat kemampuan literasi Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini" (Islam: A Thousand Years of Faith and Power)


Dan menurut Sir Thomas Arnold, tanpa peran Arab (Muslim)—tentu di era Kekhilafahan Islam, ed.—peradaban modern Eropa bisa jadi tidak bangkit sama sekali. “It is highly probable that, but for the Arabs (Muslims), modern European civilization would never have arisen at all.” (Sir Thomas Arnold and Alfred Guillaume, The Legacy of Islam, 1997)


4. Doa dan Dukungan Umat

Kita sebagai umat Islam juga dapat mendoakan mereka, karena doa adalah senjata orang beriman. Mari berdoa agar perjuangan mereka dimudahkan dan pihak terkait segera memberikan solusi nyata. Dengan begitu, semangat generasi penerus ini tidak terhalang oleh keterbatasan.


Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk bersyukur atas nikmat yang kita miliki dan berkontribusi membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan.

LihatTutupKomentar